Kedudukan situs
sejarah bagi komunitas masyarakat adat Paer Bayan menjadi sangat penting dalam
pelaksanaan ritual adat yang di lakukan di dalam kawasan hutan adat ( Pawang
Adat ), karena situs-situs sejarah tersebut termasuk ” Pemalik ”
artinya situs tersebut sangat suci dan tidak boleh dilecehkan ataupun dikotori
secara lahiriah ataupun batiniah.
Dalam
kaitan dengan pelaksanaan ritual adat seperti pelaksanaan Maulid Adat di
setiap masjid kuno yang ada di dalam kawasan hutan adat, Taun Alif (
Tahun alif ), Aji Makem ( Mengaji makam ), Bangar Montong (
Menyelamatkan bumi dari gangguan Mahluk Halus), Selamet Olor ( Selamatan
irigasi ), Tunas Tamba ( Meminta selamat dari berbagai bencana ), Ngalu
Taun ( Menyambut datangnya musim hujan sebagai bentuk rasa syukur atas
rahmat Tuhan yang di berikan kesempatan bercocok tanam, Sempulek Balit (
Datangnya musim kemarau ) dan lain sebagainya, kegiatan-kegiatan ritual adat
tersebut di lakukan di dalam hutan adat sekaligus sebagai bentuk perwujudan
pelestarian terhadap hutan adat yang di kelola oleh masyarakat adat paer bayan,
sedangkan Situs sejarah yang di sakral, seperti Masjid Kuno ( Masjid Tua ),
Makam Leluhur, Kampu, Bale Bleq, Berugaq Agung, Tembrasan, Pedangan dan lain
sebagainya, di samping situs sejarah yang berada di dalam kawasan hutan adat
juga terdapat di luar kawasan hutan.
1).Masjid Kuno (
Masjid Tua )
Masjid bagi
masyarakat adat paer bayan merupakan tempat suci tempat untuk bersujud kepada
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam bahasa sasaknya di sebut Mesigid, masjid kuno
di Bayan tidak sama keberadaanya dengan masjid-masjid pada umumnya, karena
masjid kuno atau masjid tua ( Mesigid Lokaq ) merupakan sebuah masjid
peninggalan leluhur atau nenek moyong terdahulu di Bayan, masjid kuno ini
dipercaya dan di yakini sangat sakral ( Kramat ) oleh masyarakat adat Paer
Bayan yang memiliki kekuatan magis dan mistis yang di sebut “ Malik atau
Kemalik ”, kata Maliq artinya tuah, haram, terlarang atau tidak di bolehkan,
jika segala ketentuan, norma, hokum, aturan dan lain sebagainya, dalam memasuki
masjid termasuk mempermainkan barang-barang atau benda-benda yang ada di dalam
masjid, seperti Beduk, Gerantung ( gamelan ) apabila ketentuan larangan
tersebut di langgar, maka Si pelanggar akan mandapatkan Saksi moral atau hukuman
bathin yang di sebut “ Malik ”, berupa hukuman badaniah atau yang disebut “
Kebendon ”, Wujud kebendon bisa orang yang melanggar menjadi gila, rabun mata,
bisu dan lain sebagainya.
Masjid Kuno yang ada
di Bayan tidak di fungsikan sepanjang hari atau waktu setiap melakukan kegiatan
ritual yaitu Sembahyang atau Sholat, akan tetapi kegiatan ritual tersebut,
masjid kuno di gunakan hanya sewaktu-waktu saja, seperti Maulid Adat, Sholat
Sunnat Taraweh Rada Bulan Puasa, Hari Raya Idul Fitri ( Lebaran Panjang ), Hari
Raya Idul Adha ( Lebaran Pendek ), disamping itu juga digunakan sewaktu
penyelenggaraan Rowah Wulan dan Tampet Jum’at, yang pelaksanaanya di awal bulan
Sya’ban ( Bulan Rowah) sebulan sebelum Ramadhan, kemudian Mleman Qunut ( Malam
Peringatan Nuzul Qur’an ), yaitu malam menantikan Lailatul Qadar, Mleman fitrah
( Malam pengumpulan zakat fitrah, dan lain sebagainya.
Perlengkapan
Masjid yang menjadi peninggalan ( Bayan : Pengadeg-adeg) tidak boleh di ganti
dengan barang lain kecuali jika benda tersebut hilang, semua benda tersebut
akan di pelihara, karena di anggap mempunyai makna atau tuah, perlengkapan di
maksud berupa Mimbar, Podium, Beduk dan Gentong atau bejana ( Sasak : Bong )
yaitu wadah air untuk berwudu dan cuci kaki jika masuk masjid, pahatan burung
Paksi Bayan, tongkat Kyai Ketip, keberdaan masjid-masjid kuno tersebut yang
masih ada dan utuh di Adat Paer Bayan, seperti Masjid Kuno Bayan Bleq di Desa
Bayan, Masjid Kuno Batu Gembung di Desa Akar-Akar dan Masjid Kuno Barung Birak
di Desa Sambik Elen ( Berada di luar kawasan hutan adat ), dan Masjid Kuno
Semokan, Masjid Kuno Sembagek di Desa Sukadana ( Berada di dalam kawasan hutan
adat ), ( Luar Hutan ).
2).Makam Leluhur
Makam
Leluhur adalah suatu tempat di kuburkan para leluhur para pendahulu dan
merupakan tempat bersejarah ( Arab : Maqom ) mempunyai kekuatan magis, sehingga
sering di sebut tempat yang “ Maliq ” atau tabu, leluhur yang di kubur atau
yang di makamkan pada tempat tersebut di percayai telah berjasa sebegai tokoh (
Agama dan Adat ), makam leluhur ini yang di fungsikan sebagai tempat melakukan
Acara ritual “ Aji Makam “ yang
pelaksanaan ritualnya baik pada makam yang terdapat di dalam kawasan hutan
maupun di luar kawasan hutan, Makam para tokoh-tokoh pendahulu kedatuan bayan,
seperti makam Lebe Antassalam di desa
Bayan ( luar kawasan hutan ), makam Raden Panji, Raden Mas Sangka Mas, Raden
Imba Patih maktal dan patih Sunan Gading di
Santinggi Daya dusun Batu Santek ( dalam kawasan hutan ), makam Demung
Barung Birak di hutan adat lawangan ( dalam kawasan hutan ) dan lain
sebagainya.
Makam
leluhur keberdaannya di samping sebagai bukti sejarah ( Situs Sejarah ) juga
memiliki arti penting yang kaitannya dengan pelaksanaan ritual adat, sebagai
salah satu bentuk dari upaya masyarakat adat bayan dalam melakukan pelestarian
kawasan hutan, misalnya Aji Makem Bangar
Montong yaitu sebuah acara muja yang di lakukan oleh masyarakat adat bayan
di atas areal makam leluhur yang berada di dalam kawasan hutan adat, sedangkan
maksud di lakukannya acara ritaual Aji Makem Bangar Montong ini adalah sebagai
symbol pembuka dan penutup tahun dalam rangka masyarakat adat beraktivitas yang
berhubungan dengan bumi seprti bercocok tanam baik di lahan maupun di kawasan
hutan, ritual adat ini bertujuan untuk meminta keselamatan dari Sang Pencipta
Bumi agar senantiasa di jauhkan dari berbagai macam penyakit dan hama serta
yang dapat mengganggu tanamnya dengan harapan hasilnya berlimpah ruah,
relevansi dari pelaksanaan acara ritual adat Aji Makem Bangar Montong bagi masyarakat
adat bayan, apabila acara tersebut belum di laksanakan maka segala aktivitas
masayarakat dalam hal bercocok tanam tidak boleh di lakukan, hal ini sebagai
bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada hokum Agama dan Hukum adapt sesuai dengan
pandangan hidup yang du miliki oleh masyarakat adat bayan.
3).Kampu
Kampu
adalah sebuah kompleks tempat tinggal pemuka adat Keagungan sebagai hasil
gundem dan di dalamnya terdapat bangunan sacral berupa Bale Bleq Adat ( Rumah
Bleq ), Brugaq Adat, Bale Pedangan Adat, Brugaq Prapian dan Brugaq Santeren
khususnya di kampu penghulu, jadi setiap wilayah toaq lokaq penganggo adat
terdapat kampu atau kompleks dari tempat tinggal pemuka adat dan tempat
pelaksanaan adat di pagari dengan bambu anyaman yang tidak boleh diganti dengan
bahan lain, baik berupa kayu maupun tembok bata. bila terjadi pergantian bahan
pagar yang demikian termasuk melanggar pesan dan pengadek-adek atau peninggalan
leluhur, baik kampu yang berada di dalam
kawasan hutan maupun yang di luar kawasan hutan, untuk kampu yang paling besar
( Bleq atau Agung ) berada di Bayan Timur, karena bayan timur merupakan pusat
pemerintahan adat Paer Bayan.
4).Bale Bleq
Bale adat
bayan ( Bale Bleq ) merupakan Rumah adat yang di agungkan atau di sakaralkan
oleh masyarakat adat bayan, untuk dapat membedakannya dengan bale adat di
tempat komunitas adat sasak ( Lombok ) yang lainnya, istilah bayan di
belakngnya, sehingga menjadi bale bleq bayan sangat bermakna agmis, mistik dan
megis terkait denga anutan keyakinan agama mereka yaitu agama islam, karena
seluruh kerangka konstruksi bangunan bale bleq adat bayan, merupakan simbol
dari pelajaran dan pemahaman tentang agama islam, selain itu juga mengambil
filsafah adat Paer Bayan dalam kehidupannya, bale bleq juga di fungsikan sebagi
tempat penyimpanan benda-benda adat yang di anggap sacral ( Purbakala ), di
samping bale bleq terdapat juga bale adat bayan yang di peruntukan sebagai
rumah dinas adat bagi para penganggo adat baik yang berada di luar kawasan
hutan atupun di dalam kawasan hutan.
5).Berugaq Agung
Secara umum Berugaq
sebuah bangunan rumah kecil yang tidak di dindingi dengan Pagar ( Bedeq ) yang
di bangun biasanya di depan rumah tempat tinggal masyarakat adat bayan, berugaq
ini berfungsi sebagi tempat menerima tamu, mengadakan kenduri atau roah,
belajar agama, adat, pemerintahan, pendidikan moral atau budi pekerti, baik
dengan belajar lisan maupun membaca lontar yang berhuruf jawi ( Kejawen ) atau
membaca kitab kuning atau kitab gundul yang berbahasa jawi atau melayu arab dan
lain sebaginya, bangunan berugaq
tersebut ada juga bertiang sembilan, ( tekan sanga ), yang di anggap sebagai
tiang kesembilan ialah tiang penunjang tunggal di tengah-tengah berugaq (
Tunjeng Berugaq ), selain itu berugaq berfungsi sebagi pengganti serambi depan
rumah, selalu di tempatkan di depan rumah induk, bangunan berupa Berugaq ini
kemungkinan besar mendapat pengaruh dari budaya Suku Bugis di Sulawesi setelah
kedatangan orang-orang Bugis kurang lebih pada akhir abad ke 16 ke lombok di
zaman kerajaan Seleparang Lombok, bangunan Berugaq di kalangan masyarakat sasak
pada umumnya dan masyarakat bayan pada khususnya menjadi populer di kalangan
Suku Bangsa Sasak sehingga sekarang, dalam teradisi suku bangsa sasak, yang
berlaku pada komunitas bayan terdapat tiga jenis berugaq, Berugaq yang bertiang
empat di sebut Sekepat, berugaq yang bertiang 6 di sebut Sekenem
dan Berugaq yang bertiang 8 di sebut Sekewalu, khsusnya untuk masyarakat
adat bayan bahwa semua berugaq yang di bangun di dalam kampu di sebut berugaq
adat seperti Berugaq bleq atau agung, berugaq Empaq, berugaq Periapan, berugaq
atau Sekepat Santeren Pengulu yaitu yang di gunakan untuk menikahkan pengantin,
sedangkan berugaq-berugaq sekenem di luar kampu merupkan berugaq biasa di
gunkan tempat kenduri atau roah, tempat menerima tamu dan lain sebagainya,
sedangkan situs sejarah dan bangunan adat seperti temberasan yaitu sebuah batu
besar yang berada di dalam kawasan hutan yang di fungsikan sebagi tempat
menaruh beras untuk perlengkapan acara ritual, kemudian beras tersebut di masak
pada saat melakukan acara ritual adat di pedangan adat ( Dapur Adat ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar